logo

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN TINGGI AGAMA KUPANG

Jln. Perintis Kemerdekaan - Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur
(0380)827611 | : ptakupang@yahoo.co.id
Selamat Datang Di Pengadilan Tinggi Agama Kupang | Terimakasih tidak memberikan tips atau imbalan hadiah berupa uang ataupun barang kepada kami | No. Telpon / Whatsapp Pengaduan dan Informasi +62812-3993-1859 |

PROSES PERKARA TINGKAT PERTAMA PERMOHONAN CERAI TALAK

A.  DASAR HUKUM

  1. HIR, Pasal 118, Pasal 121 ayat (4)  Pasal182, Pasal 237 Pasal 124, dan 125,  R.Bg Pasal 142, 273 dan 145;
  2. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
  3. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua Atas   Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI;
  4. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pertadilan Agama;
  5. Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 11989 tentang Peradilan Agama;
  6. Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang  Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
  7. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/001/SK/1991 tentang Pola pembinaan dan pengendalian Administrasi perkara;
  8. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/1992 tentang Kepaniteraan Pengadilan Agama;
  9. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 13/Tahun/2010  tentang  Pembuatan SOP (Standard Operation Procedure);
  10. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan;
  11. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan;
  12. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayan Informasi di Pengadilan.
  13. PERMA NO.1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan Agama.
     


B. LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN PEMOHON (SUAMI) ATAU KUASANYA

  1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
    1. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
    2. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
  2. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
    1. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
    2. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
    3. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
    4. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
  3. Permohonan tersebut memuat :
    1. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
    2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);  
    3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
  4. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).
  5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg)
     


C. PROSES PENYELESAIAN PERKARA

  1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syar’iyah.
  2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahapan persidangan :
    1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
    2. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
    3. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
    4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
      1. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut;
      2. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut;
      3. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
  4. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
    1. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
    2. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;
    3. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
  5. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989);


Bertanya ke petugas PTSP